Episode pertama bisa dibaca di SINI
>>> Pondok Asri Al-Qudwah
Aku lahir di Jakarta. Masa kecil hingga remaja aku habiskan
di Jakarta juga. Baru kemudian, setamat dari SMA, aku pindah ke Bogor. Aku
kuliah di Institut Pertanian Bogor (IPB).
Ada empat orang dari SMA ku yang kuliah di kampus IPB.
Namun
ketiga temanku kuliah di fakultas yang berbeda dengan diriku. Karena
fakultas kami terpisah jauh, maka kami pun terpaksa harus tinggal terpisah. Ketiga
temanku itu tinggal di daerah yang saling berdekatan. Sementara aku berada di
daerah yang jauh dari mereka.
Awalnya aku tidak tahu harus kos di mana. Aku tidak kenal
siapa-siapa di Bogor. Segalanya serba asing bagiku. Syukurlah, saat aku sedang
kebingungan, ada seorang mahasiswa senior yang memberiku informasi sebuah rumah
kos. Aku disarankan untuk kos di sana. Dia pun memberitahuku alamat rumah kos
itu. Nama kosannya Pondok Asri Al-Qudwah. Katanya dia punya banyak teman di
sana. Aku pun kemudian mencari alamat kos itu. Setelah bertanya-tanya, akhirnya
aku temukan juga kosan itu.
Ternyata Pondok Asri Al-Qudwah adalah sebuah rumah yang
besar. Ada 16 kamar di dalamnya. Masing-masing kamar diisi oleh dua orang. Jadi
aku tinggal bersama sekitar 30-an lebih mahasiswa. Semua kuliah di kampus yang
sama.
Berbeda dengan rumah kos yang lain, Pondok Asri Al-Qudwah
dikenal sebagai “rumah binaan”. Ada kajian keislaman yang diadakan didalamnya.
Semua penghuni kos, terutama mahasiswa baru, harus mengikutinya. Diantara materi yang diajarkan ialah bahasa
Arab. Nah, inilah awal perkenalanku dengan bahasa Arab.
Seminggu sekali sehabis subuh, kira-kira sekitar satu jam,
kami diajarkan kaidah-kaidah bahasa Arab. Waktu itu aku diajarkan kaidah nahwu
untuk tingkat dasar. Aku diperkenalkan apa itu isim, fi’il, dan huruf beserta
tanda-tandanya. Namun, karena belum ada motivasi yang kuat dalam diriku untuk
belajar bahasa Arab, maka tidak ada satu pun ilmu yang nyangkut di kepalaku.
Waktu itu bisa dikatakan bahwa aku ini “terpaksa” ikut belajar bahasa Arab.
Sebab, itu sudah peraturan yang harus dipatuhi oleh semua penghuni kos. Dengan terpaksa aku pun harus
mengikutinya.
Aku sendiri sudah lupa apakah ustadz yang mengajarku waktu
itu memberi motivasi kami tentang pentingnya bahasa Arab atau tidak. Yang jelas
waktu itu aku belum termotivasi sama sekali untuk belajar bahasa Arab. Aku
benar-benar tidak mengerti dengan materi yang disampaikan ustadz. Yang masih
aku ingat sampai sekarang adalah perkataan ustadz ketika menjelaskan huruf jar.
Beliau berkata begini, “Sudah, hafalin saja dulu. Ntar lama-kelamaan juga
bakalan ngerti…”.
Karena aku memang tidak
tertarik dengan bahasa Arab, akhirnya setelah beberapa kali belajar, tetap
tidak ada perubahan yang menggembirakan dalam diriku. Aku tetap tidak mengerti
dengan kaidah bahasa Arab yang telah diajarkan. Hingga ketika diadakan ujian, nilaiku
pun hancur-hancuran. Namun aku tidak merasa sedih. Sebab teman-temanku yang
lain mengalami nasib yang sama denganku. Sepertinya mereka juga tidak tertarik
belajar bahasa Arab, sama seperti aku.
Insya Allah bersambung
ke episode 3.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar