>>> Manusia Biasa
Tak pernah terbayangkan sebelumnya bahwa aku akan tertarik
belajar bahasa Arab. Sebab aku adalah orang yang biasa-biasa saja. Aku terlahir
dan dibesarkan oleh orang tua yang biasa-biasa saja. Lingkungan tempat aku
tinggal pun biasa-biasa saja. Bukan lingkungan yang agamis. Jadi tidak ada yang
memotivasiku untuk belajar bahasa Arab pada waktu itu.
Alhamdulillah
sejak kecil aku
sudah bisa membaca al-Qur’an. Ibuku yang mengajariku. Kemudian
aku disuruh oleh ibuku untuk menghafal surat-surat pendek yang ada di juz
‘amma (juz 30). Sehabis maghrib aku harus menyetorkan hafalanku di hadapan
ibuku. Seingatku, sebelum lulus SD aku sudah berhasil menghafal juz ‘amma.
Namun bacaan al-Qur’anku baru sebatas bacaan biasa. Aku tidak mengerti artinya.
Dan ketika itu, belum ada keinginan dalam diriku untuk mengerti arti dari
bacaan al-Qur’an yang aku baca.
Sejak
kecil aku juga sudah bisa mengerjakan sholat. Guru agamaku di sekolah yang
mengajarkannya. Aku sudah tahu gerakan dan bacaan sholat. Hanya saja, aku belum
mengerti dengan bacaan yang aku baca ketika sholat. Dan aku memang tidak ada
keinginan untuk mengerti waktu itu. Sehingga ketika sholat, aku persis seperti
orang yang sedang mengucapkan mantra-mantra. Mulutku komat-kamit tapi aku tidak
mengerti sama sekali dengan yang aku ucapkan.
Paling-paling cuma “Alloohu Akbar” yang aku tahu artinya.
Sebagaimana
keadaan masyarakat pada umumnya, aku beragama atas dasar “ikut-ikutan”. Setiap
yang dikatakan oleh penceramah di masjid, semuanya aku anggap benar. Aku tak
mempermasalahkan siapa pun yang ceramah. Meskipun dia seorang penyanyi, artis,
atau pelawak, apabila dia ceramah tentang agama, aku anggap perkataannya benar
dan bagus. Dan itulah yang aku ikuti. Tak pernah terpikirkan dalam benakku
waktu itu untuk mempertanyakan, “Apakah
yang mereka sampaikan benar-benar sesuai dengan yang diajarkan oleh Alloh dan
Rosul-Nya atau tidak? Apakah yang disampaikan oleh para penceramah di masjid,
TV, dan radio benar-benar berdasarkan dalil yang kuat dari al-Qur’an dan
hadits-hadits yang shohih atau tidak?”. Pokoknya, apapun yang aku dengar, entah
dari penceramah, guru, atau siapa saja, aku pun langsung terima begitu saja.
Tidak pernah ada keinginan dalam diriku untuk mengkaji kembali ucapan mereka.
Lucunya
waktu itu, setiap buku yang ada tulisan arabnya aku anggap sebagai buku yang
bagus untuk dibaca. Buku apapun, baik yang dijual di toko buku, di bus, di
kereta, atau dimanapun, jika isinya membahas tetang masalah agama, aku anggap
isinya benar dan baik untuk diamalkan. Pernah suatu ketika aku membeli buku
yang isinya mengajarkan tentang
zikir-zikir tertentu. Dalam buku itu dijelaskan tentang khasiat zikir-zikir.
Dikatakan dalam buku itu, kalau kita baca zikir ini dan itu selama sekian kali,
maka kita akan begini dan begitu. Namun tidak dijelaskan dalam buku itu apakah
amalan ini memang ada ajarannya dari Rosululloh atau tidak. Dalam buku itu cuma
disampaikan, kalau membaca zikir ini selama sekian kali maka akan begini dan
begitu. Itu saja. Tanpa ada keterangannya dari al-Qur’an, Hadits dan penjelasan
para ulama. Aku pun kemudian tertarik untuk mencobanya. Namun, meskipun aku
sudah baca zikir ratusan kali seperti
yang diajarkan, aku tetap tidak mendapatkan hasil apa-apa. Padahal aku
sudah sangat serius membacanya. Sebab katanya, kalau aku mengamalkan zikir itu,
aku bisa menjadi “orang sakti”. Waktu itu aku masih SMA. Karena di sekitar
sekolahku sering terjadi tawuran, maka aku ingin sekali jadi orang sakti agar
bisa menang kalau berkelahi. Baru kemudian, setelah aku mengerti tentang pemahaman
Islam yang benar, aku baru tahu kalau zikir-zikir semacam itu tidak boleh
dilakukan. Sebab tidak ada ajarannya dari Rosululloh Shollallohu ‘alaihi wa
Sallam.
Lagi pula
kalau ada zikir-zikir semacam itu, niscaya Rosululloh lah yang akan pertama
kali melakukannya, dan beliau tentu akan mengajarkannya kepada para Sahabat
beliau. Sebab mereka sangat butuh zikir-zikir semacam itu. Bukankah mereka
dahulu sering berperang sehingga tentunya sangat butuh kepada kesaktian untuk
bekal berperang. Namun tidak ada keterangannya bahwa Rosululloh dan para
Shahabat beliau mengamalkan zikir-zikir semacam itu.
Demikianlah
diriku pada waktu itu. Aku bukanlah orang yang kritis dalam beragama. Aku cuma
pengekor. Keadaan diriku dalam beragama persis seperti binatang ternak yang
digiring oleh penggembala. Aku hanya manut-manut saja tanpa tahu mau digiring
ke mana. Alhamdulillah aku belum sampai digiring ke penjagalan untuk
disembelih!
Oh ya,
selain ikut-ikutan, aku dahulu juga sering sok tahu kalau berbicara masalah
agama. Aku sering berbicara tanpa ilmu. Pernah suatu ketika guru agamaku
meminta siswanya untuk membawa al-Qur’an yang ada terjemahnya. Kemudian di
kelas, beliau meminta kami untuk manafsirkan beberapa ayat sesuai dengan ilmu
yang kami dapat di sekolah. Aku dan kawan-kawanku pun dengan santainya berkata,
“Menurut ilmu Fisika ayat ini maksudnya
begini…….Menurut ilmu Biologi ayat ini tafsirnya begitu…….Menurut saya…….”.
Pada waktu itu, kami semua seakan telah menjelma menjadi ahli tafsir kawakan
yang sedang menjelaskan tafsir ayat-ayat
al-Qur’an kepada ummat. Padahal bahasa Arab saja kami tidak bisa. Jangankan
bahasa Arab, ilmu tajwid kami saja masih belepotan. Hafalan al-Qur'an pun masih
cekak. Tapi kami sudah berani-beraninya menafsirkan ayat tanpa didasari ilmu sama
sekali. Inna lillaahi wa inna ilaihi roji’un. Padahal berbicara tanpa
ilmu termasuk dosa besar yang paling besar.
Alloh Subhanahu
wa Ta’la berfirman (yang artinya):
“Katakanlah: "Robb-ku hanyalah mengharamkan perbuatan
yang keji, baik yang nampak ataupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa,
melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan
Alloh dengan sesuatu yang Alloh tidak menurunkan hujjah untuk itu, SERTA
(MENGHARAMKAN) BERBICARA ATAS NAMA ALLOH TANPA ILMU."(QS.
Al-A’rof:33)
Dalam ayat
lainnya Alloh Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman (yang artinya):
“Dan janganlah kamu
mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara dusta "Ini
halal dan Ini haram", untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Alloh.
Sesungguhnya orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Alloh tiadalah
beruntung”.(QS. An-Nahl:116)
Ibnu Mas’ud Rodhiyallohu
‘anhu berkata:
“Wahai manusia! Barangsiapa yang ditanya tentang
ilmu yang diketahuinya, maka
terangkanlah ilmu itu. Dan barangsiapa yang tidak memiliki ilmu tentang hal
itu, maka katakanlah, ‘Alloohu a’lam
(Alloh-lah yang lebih tahu)’. Karena termasuk ilmu ialah engkau mengatakan, ‘Alloohu a’lam’, tentang
apa yang engkau tidak ketahui. Sesungguhnya Alloh Ta’ala
berfirman kepada Nabi-Nya: “Katakanlah
(hai Muhammad): "Aku tidak meminta upah sedikit pun padamu atas da'wahku
dan bukanlah aku termasuk orang yang mengada-ada”.”(Atsar shahih, diriwayatkan
oleh al-Bukhori dan Ibnu ‘Abdil Barr. Lihat Buku Menuntut Ilmu Jalan Menuju
Surga hal. 201)
Ada juga peristiwa lain yang aku masih ingat
hingga sekarang yang menunjukkan betapa sok tahunya diriku waktu itu. Ceritanya
waktu itu aku dan beberapa kawanku sedang berkumpul-kumpul di masjid. Kami pun
kemudian berbincang-bincang tentang agama. Masing-masing bebas berbicara apa
saja tentang permasalahan agama yang diketahui. Aku pun tak mau ketinggalan.
Aku sempat memberikan nasihat kepada kawan-kawanku yang hadir. Dalam nasihatku,
aku mengutip sebuah hadits Nabi,
“Uthlubul ilmi faridhotun ‘ala kulli Muslim”. Waktu itu aku tidak tahu
kalau hadits yang aku ucapkan itu keliru lafazhnya. Aku tidak menyadarinya
karena waktu itu aku memang belum mengerti bahasa Arab. Mestinya yang benar
“Tholabul ilmi faridhotun ‘ala kulli Muslim” yang artinya “Menuntut ilmu itu
hukumnya wajib atas setiap Muslim”. Kalau “Uthlubul ilmi faridhotun ‘ala kulli
Muslim” artinya “Tuntutlah ilmu oleh kalian, wajib atas setiap Muslim”. Aneh
bukan jadinya? Lagi pula secara tata bahasa (Nahwu), yang aku ucapkan itu
keliru juga. Yang benar mestinya “Uthlubul ilma”, bukan “Uthlubul ilmi”. Kalau
ingat hal itu, aku jadi pingin ketawa he..he…
Demikianlah
keadaan diriku waktu itu. Astaghfirulloohal ‘azhiim wa atuubu ilaih…
***
Sejak SD
hingga SMA aku lalui di sekolah umum. Tentu saja selama di sekolah umum aku
tidak diajarkan bahasa Arab. Lalu, kenapa tiba-tiba aku bisa tertarik untuk
belajar bahasa Arab? Begini ceritanya…..
Insya Allah bersambung ke episode 2.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar